Sebanyak 17 kusir cidomo di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (30/7), mulai mengenakan pakaian adat Sasak. "Pagi ini semua kusir cidomo di Senggigi menggunakan pakaian adat Sasak yang menjadi ciri khas mereka," kata Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Barat M Djunaidi, di Giri Menang, Jumat.
Cidomo, singkatan dari cikar, dokar, motor. Kendaraan yang ditarik seekor kuda itu merupakan alat angkut tradisional yang dilestarikan daerah itu. Khusus di cidomo di Senggigi, mendapat pelat nomor dari 1 sampai 17 dengan seri Kawasan Wisata Senggigi (KWS).
"Setelah menggunakan pakaian adat dan didukung dengan kondisi beberapa aksesoris cidomo, angkutan itu menjadi menarik bagi wisatawan. Semoga mereka senang berkeliling Senggigi menggunakan cidomo," katanya.
Namun, kata Djunaidi, kendati cidomo ini sudah dipermak sedemikian rupa, tapi tarif yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan anggota lainnya tidak akan naik, karena disesuaikan dengan jarak tempuh.
"Itu dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan para wisatawan terhadap keberadaan mereka," katanya.
Untuk mengoptimalkan 17 cidomo itu, kata dia, ada rencana menyiagakan mereka di beberapa hotel.
Karenanya, dalam waktu pemda akan melakukan komunikasi dengan beberapa pengusaha hotel berbintang untuk menjalin kerja sama.
"Bila perlu cidomo akan dilengkapi dengan sarana telepon seluler agar memudahkan komunikasi seperti halnya taxi," katanya.
Menurut dia, program pencanangan kusir cidomo berpakaian adat di KWS ini merupakan program percontohan, yang jika berhasil pihaknya akan mengembangkan program serupa ke kawasan wisata Banyu Mulek.
Sebelumnya, guna mendukung program "aku cinta bersih" di daerah itu, Dishub juga sudah membagikan 800 kantong kotoran kuda ke kecamatan, sesuai dengan potensi cidomo yang ada.
Dalam pelaksanaanya kusir akan diawasi oleh para camat dan kepala desa, sehingga kusir yang tidak memasang kantung kotoran akan diberikan sanksi teguran hingga penyitaan jok cidomo. (Gatra)
Negosiasi lahan bay-pass BIL masih buntu
Posted: 30 Jul 2010 01:37 AM PDT
Lombok Tengah [Sasak.Org] Negosiasi kesekian kalinya pembebasan lahan seluas 3,2 hektar milik warga untuk bypass menuju Bandara Internasional Lombok di Desa Batujai tetap menemui jalan buntu. Padahal, negosiasi tim sembilan bentukan Pemkab Lombok Tengah sudah enam kali, tetapi kedua pihak sama sama mempertahankan penawarannya masing masing, kata Kasubag Otonomi Desa Supardan, mewakili Kabag Tata Pemerintahan Setda Lombok Tengah, Jumat (30/7/2010).
Pemkab Lombok Tengah menawarkan harga tanah sawah Rp 15 juta dan harga lahan pekarangan dan bangunan Rp 20 juta, sedangkan pemilik menawarkan Rp 30 juta untuk tanah sawah dan Rp 40 juta untuk pekarangan dan bangunan.
Ia mengatakan, sejauh ini upaya negosiasi sudah maksimal, tetapi tetap saja mentok. "Sampai saat ini kita sudah negosiasi ke enam kali namun menemui jalan buntu," ujarnya.
Sumber: Kompas, dikutif dari Sasak.Org
Cidomo, singkatan dari cikar, dokar, motor. Kendaraan yang ditarik seekor kuda itu merupakan alat angkut tradisional yang dilestarikan daerah itu. Khusus di cidomo di Senggigi, mendapat pelat nomor dari 1 sampai 17 dengan seri Kawasan Wisata Senggigi (KWS).
"Setelah menggunakan pakaian adat dan didukung dengan kondisi beberapa aksesoris cidomo, angkutan itu menjadi menarik bagi wisatawan. Semoga mereka senang berkeliling Senggigi menggunakan cidomo," katanya.
Namun, kata Djunaidi, kendati cidomo ini sudah dipermak sedemikian rupa, tapi tarif yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan anggota lainnya tidak akan naik, karena disesuaikan dengan jarak tempuh.
"Itu dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan para wisatawan terhadap keberadaan mereka," katanya.
Untuk mengoptimalkan 17 cidomo itu, kata dia, ada rencana menyiagakan mereka di beberapa hotel.
Karenanya, dalam waktu pemda akan melakukan komunikasi dengan beberapa pengusaha hotel berbintang untuk menjalin kerja sama.
"Bila perlu cidomo akan dilengkapi dengan sarana telepon seluler agar memudahkan komunikasi seperti halnya taxi," katanya.
Menurut dia, program pencanangan kusir cidomo berpakaian adat di KWS ini merupakan program percontohan, yang jika berhasil pihaknya akan mengembangkan program serupa ke kawasan wisata Banyu Mulek.
Sebelumnya, guna mendukung program "aku cinta bersih" di daerah itu, Dishub juga sudah membagikan 800 kantong kotoran kuda ke kecamatan, sesuai dengan potensi cidomo yang ada.
Dalam pelaksanaanya kusir akan diawasi oleh para camat dan kepala desa, sehingga kusir yang tidak memasang kantung kotoran akan diberikan sanksi teguran hingga penyitaan jok cidomo. (Gatra)
Negosiasi lahan bay-pass BIL masih buntu
Posted: 30 Jul 2010 01:37 AM PDT
Lombok Tengah [Sasak.Org] Negosiasi kesekian kalinya pembebasan lahan seluas 3,2 hektar milik warga untuk bypass menuju Bandara Internasional Lombok di Desa Batujai tetap menemui jalan buntu. Padahal, negosiasi tim sembilan bentukan Pemkab Lombok Tengah sudah enam kali, tetapi kedua pihak sama sama mempertahankan penawarannya masing masing, kata Kasubag Otonomi Desa Supardan, mewakili Kabag Tata Pemerintahan Setda Lombok Tengah, Jumat (30/7/2010).
Pemkab Lombok Tengah menawarkan harga tanah sawah Rp 15 juta dan harga lahan pekarangan dan bangunan Rp 20 juta, sedangkan pemilik menawarkan Rp 30 juta untuk tanah sawah dan Rp 40 juta untuk pekarangan dan bangunan.
Ia mengatakan, sejauh ini upaya negosiasi sudah maksimal, tetapi tetap saja mentok. "Sampai saat ini kita sudah negosiasi ke enam kali namun menemui jalan buntu," ujarnya.
Sumber: Kompas, dikutif dari Sasak.Org
0 komentar:
Posting Komentar