Bali sebagai kawasan wisata internasional bakal mendapat saingan berat dari daerah tetangga di masa datang. Ini menyusul rencana pengembangan megaproyek pariwisata Lombok, yang bakal disulap seperti BTDC Nusa Dua, Bali. Pihak BTDC (Bali Tourism Development Corporation) selaku pengembang pariwisata Bali juga membenarkan rencana proyek tersebut.
Megaproyek kawasan wisata elit di Lombok, NTB ini digarap investor pengembang properti dari Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), yakni Emaar Properties. Rencananya, pihak Emaar Properties akan memulai megaproyek ini tahun 2008. Megaproyek lokasi wisata megah Nusa Dua ala Lombok ini diperkirakan bakal menelan biaya 600 juta dolar AS atau sekitar Rp 5,446 triliun.
Keseriusan pihak Emaar Properties untuk menyulap Lombok seperti Bali ini ditandai dengan membuka kantor perwakilan di Jakarta. Nantinya, kantor perwakilan di Jakarta inilah yang akan mengatur proyek pertama Emaar Properties di Indonesia, yakni megaproyek pariwisata Lombok dan sejumlah proyek besar lainnya di daerah Bumi Gora. “Kantor perwakilan Emaar Properties di Jakarta akan mengarahkan upaya perusahaan untuk mengidentifikasi peluang pertumbuhan baru di negara ini (Indonesia). Juga, memastikan agar jalannya proyek Lombok tepat waktu, sehingga berpotensi menjadi pusat tujuan wisata seperti Bali,” ungkap Chairman Emaar Properties, Mohamed Ali Alabbar, dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (13/5). Pembukaan kantor perwakilan Emaar Properties di Jakarta dilakukan setelah adanya kesepakatan Joint Venture PT BTDC (Pengembang Pariwisata Bali) (untuk proyek Lombok, serta menjajaki peluang pengembangan lainnya di Indonesia.
“Dengan rencana pengembangan untuk Indonesia ini, maka Emaar Properties memantapkan perluasan geografisnya di Asia,” tandas Ali Alabbar sebagaimana dilaporkan detikFinance, Selasa kemarin. Emaar Properties adalah salah satu perusahaan real estat terbesar di dunia yang tercatat di Dubai Financial Market, bagian dari Dow Jones Arabia Titans Index dan mempunyai sertifikasi standar kualitas ISO9001:2000.
Emaar Properties sendiri merupakan pengembang properti pertama dari Timur Tengah dan Afrika Utara yang melebarkan sayap ke Indonesia, dengan fokus menggarap sektor pariwisata. Sementara, kawasan yang akan digarap Emaar Properties menjadi area megaproyek pariwisata ini berada di Lombok Barat, dengan lahan seluas lebih dari 1.175 hektare. Rencana induk megaproyek pariwisata di Lombok Barat tersebut berlokasi di Pantai Kuta dan Tanjung, yang sangat bersih dan akan mengintegrasikan unsur alam menjadi kawasan hunian, bersantai dan hiburan. Ragam kegiatan bersantai, mencakup olahraga menyelam, snorkeling, mendaki, dan selancar. Dari nama lokasinya saja, yakni Pantai Kuta dan Tanjung, sudah sangat memungkinkan megaproyek pariwisata Lombok ini untuk menyaingi Bali. Sebab, namanya sama persis dengan dua kawasan wisata internasional di Bali, yakni Pantai Kuta (di Badung) dan Tanjung Benoa (Badung).
Megaproyek pariwisata Lombok ini akan memiliki daerah alami yang menghadap ke laut sepanjang 17 km lebih. Ini akan mendukung fasilitas marina, selain hunian mewah dan resort yang dikelola oleh jaringan pengelola berbintang lima. “Proyek ini (di Lombok) akan membuka banyak pekerjaan dan mendukung sejumlah sektor ekonomi penunjang,” terang Ali Abdullah yang juga menjabat Regional Executive Director Emaar International Indonesia, Aljazair, dan Libya. “Sejalan dengan sejumlah praktek lingkungan terbaik, proyek Lombok akan menjajaki sejumlah kemajuan baru untuk mengembangkan proyek dan menciptakan pusat wisata yang berkelanjutan,” imbuhnya. Sebelum merambah Indonesia, di Arab Saudi, Emaar Properties telah mengembangkan King Abdullah Economic City senilai 26,6 miliar dolar AS, proyek swasta terbesar di kawasan itu. Emaar Properties juga mengembangkan Burj Dubai, bangunan dan struktur mandiri tertinggi di dunia, juga membangun The Dubai Mall (salah satu tujuan belanja dan hiburan terbesar di dunia).
Portofolio Emaar Properties saat ini mencakup beberapa negara: Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Yordania, Suriah, Libanon, Maroko, Mesir, Turki, Libya, Aljazair, India, Pakistan, Indonesia, hingga Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Kanada. Emaar Properties memegang 30 persen ekuitas di Dubai Bank, yang bergerak di bidang ritel dan bank umum. Emaar Properties juga pemegang saham terbesar di Amlak Finance, perusahaan pemberi kredit rumah Islami terkemuka di UAE. Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) BTDC, I Made Mandra, membenarkan rencana pengembangan megaproyek pariwisata Lombok ini. Menurut Mandra, saat ini tengah dilakukan studi kelayakan yang diperkirakan akan selesai, September 2008 mendatang. Studi kelayakan itu, kata Mandra, akan diikuti pembentukan perusahaan patungan antara Emaar Dubai dengan BTDC. “Diperkirakan, peletakan batu pertamanya akhir tahun 2008 atau awal 2009,” ungkap Mandra yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Selasa sore.
Mandra memperkirakan kawasan pariwisata mega di Lombok itu sudah bisa dinikmati tamu, 3 tahun mendatang. Kawasan peristirahatan nan mewah itu nantinya akan diisi vila, dan hotel berbintang lima ke atas. Sedangkan pangsa pasar utamanya adalah wisatawan Timur Tengah. Diharapkan, dengan selesainya pembangunan dan pengoperasian Bandara Internasional di Penujak, Lombok Tengah, wisatawan dari Timur Tengah bisa langsung terbang dari negaranya ke Lombok. Apalagi, jarak bandara internasional ke lokasi wiasata mewah yakni Pantai Kuta dan Tanjung di Lombok itu hanya sekitar 16 km. “Wisatawan Timur Tengah tidak melulu orang Arab. Di Dubai banyak warga negara asing (non-Arab) yang bekerja di sana,” beber Mandra. Ditambahkan Mandra, luas lahan yang akan dikembangkan jadi kawasan wisata elite di Lombok seluas 1.175 hektare. Jadi, luasnya 4 kali kali luas kawasan BTDC Nusa Dua, Bali. Hal itu sangat memungkinkan untuk pengembangan kawasan dimaksud dalam jangka panjang. Pada tahap awal, kata Mandra, akan dibangun dua hotel berbintang dan beberapa vila. Kemudian, dalam tempo 10–20 tahun, kawasan wisata elite Lombok tersebut akan terus berkembang seiring dengan kondisi pasar. Pasalnya, kata Mandra, dalam jangka panjang, ditargetkan berdiri sekitar 6.000 hingga 10.000 vila di kawasan elite tersebt. Jika satu kamar vila diurus 5-6 orang, berarti nantinya akan ada puluhan ribu karyawan yang akan menangani kamar-kamar tersebut. Soal persaingan antara kawasan baru di Lombok itu dengan Bali, menurut Mandra, kecil kemungkinannya. Sebab, masing-masing daerah punya ciri khas. Bali memiliki kebudayaan yang berbeda dengan Lombok.
“Dibukanya kawasan itu kelak, wisatawan yang sudah menikmati Bali bisa ke Lombok, demikian pula sebaliknya. Jadi, waktu tinggal wisatawan bisa lebih lama. Semakin banyak orang berwisata, semakin baguslah,” tandas Mandra. Namun, satu kendala bagi Bali untuk menggaet wisatawan manca negara dalam jangka panjang jika tak ingin disalip ‘tetanganya’ itu, adalah masalah bandara. Sekadar perbandingan, Bandara Internasional Penujak (Lombok) akan dibangun dengan panjang runway (landas pacu) 4.500 meter. Sedangkan Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, yang jadi kebanggaan Bali, hjanya punya runway 3.000 meter. Dengan kondisi seperti ini, tidak mungkin bagi Bandara Ngurah Rai melayani pesawat berbadan besar sepertu Air Bus. Sebaliknya, Bandara Internasional Penujak bisa melayani pesawat berbadan besar yang mengangkut lebih dari 500 penumpang. Kondisi ini sudah lama dikeluhkan kalangan pelaku pariwisata di Bali. Wacana untuk pengembangan Bandara Internasional Ngurah Rai pun sudah digaungkan sejak 3 tahun silam, ketika isu pembangunan Bandara Internasional Penujuk mulai merebak pada 2005. Setahun lalu, Wapres Jusuf Kalla sudah menginstruksikan agar runway Bandara Ngurah Rai diperpanjang menjadi 4.000 meter dari semula 3.000 meter. Namun, sesuai rencana pengembangan yang dijalankan pihak Angkasa Pura I Pusat, runway Bandara Ngurah Rai tidak akan diperpanjang sebelum tahun 2025. Dengan dibangunnya bandara internasional di Lombok Tengah, sebagian wisman kemungkinan akan langsung mendarat di Lombok, tanpa singgah ke Bali. Apalagi, di wilayah NTB banyak kawasan wisata menarik. Dari sana, turis bisa melihat Bali, termasuk keberadaan Pura Narmada.
Kalau 10 persen saja wisman yang mendarat di Lombok tidak meneruskan perjalanan ke Bali, berarti pemasukan Bali akan hilang sekitar 170 juta dolar AS per tahun. Asumsinya, sebagaimana pernah diungkapkan Menbudpar Jero Wacik beberapa waktu lalu, sekitar 1,7 juta turis asing per tahun diharapkan datang ke Bali. Hitung-hitungan bisnis, turis asing yang masuk ke Bal rata-rata memberi pemasukan 1.000 dolar AS per orang, dari belanja, penginapan, dan lainnya.
Megaproyek kawasan wisata elit di Lombok, NTB ini digarap investor pengembang properti dari Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), yakni Emaar Properties. Rencananya, pihak Emaar Properties akan memulai megaproyek ini tahun 2008. Megaproyek lokasi wisata megah Nusa Dua ala Lombok ini diperkirakan bakal menelan biaya 600 juta dolar AS atau sekitar Rp 5,446 triliun.
Keseriusan pihak Emaar Properties untuk menyulap Lombok seperti Bali ini ditandai dengan membuka kantor perwakilan di Jakarta. Nantinya, kantor perwakilan di Jakarta inilah yang akan mengatur proyek pertama Emaar Properties di Indonesia, yakni megaproyek pariwisata Lombok dan sejumlah proyek besar lainnya di daerah Bumi Gora. “Kantor perwakilan Emaar Properties di Jakarta akan mengarahkan upaya perusahaan untuk mengidentifikasi peluang pertumbuhan baru di negara ini (Indonesia). Juga, memastikan agar jalannya proyek Lombok tepat waktu, sehingga berpotensi menjadi pusat tujuan wisata seperti Bali,” ungkap Chairman Emaar Properties, Mohamed Ali Alabbar, dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (13/5). Pembukaan kantor perwakilan Emaar Properties di Jakarta dilakukan setelah adanya kesepakatan Joint Venture PT BTDC (Pengembang Pariwisata Bali) (untuk proyek Lombok, serta menjajaki peluang pengembangan lainnya di Indonesia.
“Dengan rencana pengembangan untuk Indonesia ini, maka Emaar Properties memantapkan perluasan geografisnya di Asia,” tandas Ali Alabbar sebagaimana dilaporkan detikFinance, Selasa kemarin. Emaar Properties adalah salah satu perusahaan real estat terbesar di dunia yang tercatat di Dubai Financial Market, bagian dari Dow Jones Arabia Titans Index dan mempunyai sertifikasi standar kualitas ISO9001:2000.
Emaar Properties sendiri merupakan pengembang properti pertama dari Timur Tengah dan Afrika Utara yang melebarkan sayap ke Indonesia, dengan fokus menggarap sektor pariwisata. Sementara, kawasan yang akan digarap Emaar Properties menjadi area megaproyek pariwisata ini berada di Lombok Barat, dengan lahan seluas lebih dari 1.175 hektare. Rencana induk megaproyek pariwisata di Lombok Barat tersebut berlokasi di Pantai Kuta dan Tanjung, yang sangat bersih dan akan mengintegrasikan unsur alam menjadi kawasan hunian, bersantai dan hiburan. Ragam kegiatan bersantai, mencakup olahraga menyelam, snorkeling, mendaki, dan selancar. Dari nama lokasinya saja, yakni Pantai Kuta dan Tanjung, sudah sangat memungkinkan megaproyek pariwisata Lombok ini untuk menyaingi Bali. Sebab, namanya sama persis dengan dua kawasan wisata internasional di Bali, yakni Pantai Kuta (di Badung) dan Tanjung Benoa (Badung).
Megaproyek pariwisata Lombok ini akan memiliki daerah alami yang menghadap ke laut sepanjang 17 km lebih. Ini akan mendukung fasilitas marina, selain hunian mewah dan resort yang dikelola oleh jaringan pengelola berbintang lima. “Proyek ini (di Lombok) akan membuka banyak pekerjaan dan mendukung sejumlah sektor ekonomi penunjang,” terang Ali Abdullah yang juga menjabat Regional Executive Director Emaar International Indonesia, Aljazair, dan Libya. “Sejalan dengan sejumlah praktek lingkungan terbaik, proyek Lombok akan menjajaki sejumlah kemajuan baru untuk mengembangkan proyek dan menciptakan pusat wisata yang berkelanjutan,” imbuhnya. Sebelum merambah Indonesia, di Arab Saudi, Emaar Properties telah mengembangkan King Abdullah Economic City senilai 26,6 miliar dolar AS, proyek swasta terbesar di kawasan itu. Emaar Properties juga mengembangkan Burj Dubai, bangunan dan struktur mandiri tertinggi di dunia, juga membangun The Dubai Mall (salah satu tujuan belanja dan hiburan terbesar di dunia).
Portofolio Emaar Properties saat ini mencakup beberapa negara: Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Yordania, Suriah, Libanon, Maroko, Mesir, Turki, Libya, Aljazair, India, Pakistan, Indonesia, hingga Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Kanada. Emaar Properties memegang 30 persen ekuitas di Dubai Bank, yang bergerak di bidang ritel dan bank umum. Emaar Properties juga pemegang saham terbesar di Amlak Finance, perusahaan pemberi kredit rumah Islami terkemuka di UAE. Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) BTDC, I Made Mandra, membenarkan rencana pengembangan megaproyek pariwisata Lombok ini. Menurut Mandra, saat ini tengah dilakukan studi kelayakan yang diperkirakan akan selesai, September 2008 mendatang. Studi kelayakan itu, kata Mandra, akan diikuti pembentukan perusahaan patungan antara Emaar Dubai dengan BTDC. “Diperkirakan, peletakan batu pertamanya akhir tahun 2008 atau awal 2009,” ungkap Mandra yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Selasa sore.
Mandra memperkirakan kawasan pariwisata mega di Lombok itu sudah bisa dinikmati tamu, 3 tahun mendatang. Kawasan peristirahatan nan mewah itu nantinya akan diisi vila, dan hotel berbintang lima ke atas. Sedangkan pangsa pasar utamanya adalah wisatawan Timur Tengah. Diharapkan, dengan selesainya pembangunan dan pengoperasian Bandara Internasional di Penujak, Lombok Tengah, wisatawan dari Timur Tengah bisa langsung terbang dari negaranya ke Lombok. Apalagi, jarak bandara internasional ke lokasi wiasata mewah yakni Pantai Kuta dan Tanjung di Lombok itu hanya sekitar 16 km. “Wisatawan Timur Tengah tidak melulu orang Arab. Di Dubai banyak warga negara asing (non-Arab) yang bekerja di sana,” beber Mandra. Ditambahkan Mandra, luas lahan yang akan dikembangkan jadi kawasan wisata elite di Lombok seluas 1.175 hektare. Jadi, luasnya 4 kali kali luas kawasan BTDC Nusa Dua, Bali. Hal itu sangat memungkinkan untuk pengembangan kawasan dimaksud dalam jangka panjang. Pada tahap awal, kata Mandra, akan dibangun dua hotel berbintang dan beberapa vila. Kemudian, dalam tempo 10–20 tahun, kawasan wisata elite Lombok tersebut akan terus berkembang seiring dengan kondisi pasar. Pasalnya, kata Mandra, dalam jangka panjang, ditargetkan berdiri sekitar 6.000 hingga 10.000 vila di kawasan elite tersebt. Jika satu kamar vila diurus 5-6 orang, berarti nantinya akan ada puluhan ribu karyawan yang akan menangani kamar-kamar tersebut. Soal persaingan antara kawasan baru di Lombok itu dengan Bali, menurut Mandra, kecil kemungkinannya. Sebab, masing-masing daerah punya ciri khas. Bali memiliki kebudayaan yang berbeda dengan Lombok.
“Dibukanya kawasan itu kelak, wisatawan yang sudah menikmati Bali bisa ke Lombok, demikian pula sebaliknya. Jadi, waktu tinggal wisatawan bisa lebih lama. Semakin banyak orang berwisata, semakin baguslah,” tandas Mandra. Namun, satu kendala bagi Bali untuk menggaet wisatawan manca negara dalam jangka panjang jika tak ingin disalip ‘tetanganya’ itu, adalah masalah bandara. Sekadar perbandingan, Bandara Internasional Penujak (Lombok) akan dibangun dengan panjang runway (landas pacu) 4.500 meter. Sedangkan Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, yang jadi kebanggaan Bali, hjanya punya runway 3.000 meter. Dengan kondisi seperti ini, tidak mungkin bagi Bandara Ngurah Rai melayani pesawat berbadan besar sepertu Air Bus. Sebaliknya, Bandara Internasional Penujak bisa melayani pesawat berbadan besar yang mengangkut lebih dari 500 penumpang. Kondisi ini sudah lama dikeluhkan kalangan pelaku pariwisata di Bali. Wacana untuk pengembangan Bandara Internasional Ngurah Rai pun sudah digaungkan sejak 3 tahun silam, ketika isu pembangunan Bandara Internasional Penujuk mulai merebak pada 2005. Setahun lalu, Wapres Jusuf Kalla sudah menginstruksikan agar runway Bandara Ngurah Rai diperpanjang menjadi 4.000 meter dari semula 3.000 meter. Namun, sesuai rencana pengembangan yang dijalankan pihak Angkasa Pura I Pusat, runway Bandara Ngurah Rai tidak akan diperpanjang sebelum tahun 2025. Dengan dibangunnya bandara internasional di Lombok Tengah, sebagian wisman kemungkinan akan langsung mendarat di Lombok, tanpa singgah ke Bali. Apalagi, di wilayah NTB banyak kawasan wisata menarik. Dari sana, turis bisa melihat Bali, termasuk keberadaan Pura Narmada.
Kalau 10 persen saja wisman yang mendarat di Lombok tidak meneruskan perjalanan ke Bali, berarti pemasukan Bali akan hilang sekitar 170 juta dolar AS per tahun. Asumsinya, sebagaimana pernah diungkapkan Menbudpar Jero Wacik beberapa waktu lalu, sekitar 1,7 juta turis asing per tahun diharapkan datang ke Bali. Hitung-hitungan bisnis, turis asing yang masuk ke Bal rata-rata memberi pemasukan 1.000 dolar AS per orang, dari belanja, penginapan, dan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar